Selasa, 16 September 2008

Hatimu Ada di Sela Jemariku

Saat kau isi sela jemariku
Itulah pertama kali ku rasakan getaran aneh tubuhmu
Yang sengaja kau pendam untuk membungkus bunga-bunga hati
Lalu kita habiskan sisa-sisa malam
Menikmati indah rembulan yang bersinar cerah
Secerah hati kita
Hati yang terbalut amsara singkat
Tapi ku yakin asmara kita tidaklah bejat
Karena ikatan yang kita jalin tidak berpangkal pada wajah
Melainkan mengakar pada hati
Dan, itu lebih abadi

Minggu, 07 September 2008

Sang Putih

Sang putih itu sangat kubanggakan
Ku lantunkan kisahnya di bentangan langit
Agar mereka tahu makna cintaku tidaklah sempit
Cinta yang tak terbatas pada mata
Tetapi telah mengakar pada hati
Hati yang teramat murni
Meski ku tak tahu
Apakah sang putih juga mencintaiku?
Dan, seandainya cintaku berjalan sendiri
Hati ini takkan pernah sepi
Hatiku takkan pernah sunyi
Karena kesabaran telah menghiasinya
Kesikhlasan telah menyinarinya
Kesadaran telah memeriahkannya
Seiring dengan niat dan kehendakku yang tulus
Cintaku tumbuh dengan mulus
Pada sang putih yang memang pantas tuk dicintai

Sabtu, 30 Agustus 2008

Beri Aku Wahyu

Tuhan
Aku mohon beri aku wahyu
Sebagai pelita di kegelapan kalbu
Tuk menghiasi hatiku yang beku
Agar mencair di jalan_Mu
Menjadi sungai yang melarutkan dosa-dosa lama
Hingga tiada noda yang tertinggal
Saat asa kembali dilahirkan
Hadir seperti cahaya
Menerangi lubuk hati yang teramat gelap
Menyingkap selimut-selimut kekhilafan
Merobek tabir waktu yang menyeringai angkuh
Dan menghancurkan dinding-dinding pemisah
Hingga runtuhlah batasan-batasan
Membuat jauhnya jarak menjadi sekali lompatan
Tuk merengkuh erat wahyu_Mu
Kan kuajak berdansa di bawah bayang-bayang suci_Mu

Rabu, 27 Agustus 2008

Sahabat Sehati

Rara...
Langkahmu berderap menapak tinggi
Tak acuh pada kerikil yang menjadi duri
Tanganmu melambai bagai bendera
Menampar mata angin yang mengintip
Membisukan suara-suara
Dengan kata-katamu yang penuh rasa
Kau panggil aku apa adanya
Sorga...
Ku tatap lekat dirimu "aneh"
Ada sosok baru kau gapai-gapai
Dengan wajah seputih kapas
Berhias helaian awan sebagai hunian
Milah yang indah...
Adalah sebuah keajaiban
Pertemuan adalah kesaksian
Persahabatan hati dari perbedaan
Itulah anugerah...
Tak perlu tak sama memicu darah
Sorga menjadi saksi
Saat nyawa-nyawa mengelilingi jasad
Sorot mata menangkap bayang-bayang
Lingkar-lingkar lelah beradu cepat
Helaian rambut lekas terburai-burai
Menyaksikan rasa manis yang singgah di tepi daun
Menemani Sorga dalam kesunyian
Saat Rara dan Milah harus terbang
Melayang di perbukitan
Selamat jalan kawan
Sampai jumpa pula
Entah kapan...
Entah di mana...

Minggu, 24 Agustus 2008

Saat Pram Berdansa dengan Maut

Aku adalah manusia bubu
Dengan telinga tersumbat gagang besi
Ku terpendam dalam kegelapan pikiran
14 tahun lamanya aku menghilang
Tiada yang tahu
Tiada yang kehilangan
Bahkan penghuni puncak merasa nyaman
Di balik kaki bukit yang terus menghantam
Ku rindu pada anak lelaki
Yang baru kumiliki selama dua bulan
Sebelum aku menghilang
Oleh sekelompok orang yang mengepungku
Dengan dalih keamanan dan penyelamatan
Saudara-saudara beruang merahku ikut pula jadi korban
Menjadi saksi saat aku menjelma ikan
Terlempar antar nelayan-nelayan liar
Kodam, Guntur, Cipinang, Tangerang, Salemba, Nusakambangan
Dan Pulau Buru akhirnya...
Sejarah telah meyakinkan kepercayaan nestapa
Amblasnya makam di kuburan Blora
Sebagai petanda pelaksanaan nadzar
Penggantian kebahagiaan dengan pengasingan

Sabtu, 23 Agustus 2008

Helaian Nyawa

Helai udara membasuh kulitku
Mengikis cinta yang mati oleh kebohongan
Karena sang pemilik telah bersedekah nyawa
Sebagai pengganti rasa kecewa
Perobek jantungnya
Sebab penyatuan kita telah terpisah
Dari rantai kelingking ikrar hati
Sebagai konsekuensi atas egois dan emosi

Lidah-lidah Cinta

Sungai melarutkan hasrat
Di kala sang langit bergemuruh
Dan menitikkan air mata...
Aku terlumat oleh lidah-lidah cinta
Pada saat hati terpenjara
Cengkramannya tak kuasa ku elak
Meremas begitu kuat
Menggilas sisa-sisa ingatan
Dan menggantinya dengan benih-benih benalu dalam darah
Hingga terpercik aroma pahit yang mengoyak tenggorokan

Jumat, 22 Agustus 2008

Penghuni Jiwa

Tuhan...
Kau telah menaruh hati pada tubuhku
Yang penuh dengan cinta dan kasih sayang
Tak dapat kubendung luapannya
Kadang tercurah-curah dengan sendirinya
Banyak sekali orang yang terpercik olehnya
Aku sendiri pun tak tahu kemana arah sebenarnya
Apakah hatiku harus pasrah dan menyerah kalah
Saat hadir seseorang yang duduk singgah dan menadah
Ataukah patut ku elak dengan pongah?
Agar tiada lagi yang berani bertamu dan menunggu...
Ingin pula ku usir semua yang telah hadir
Dan hanya ku sisakan satu sebagai penghuni
Adalah diri_Mu...

Rabu, 20 Agustus 2008

Bukit Ujung Mata

Anjingku berteriak di ujung mata
Melengkingkan jerit kesedihan
Dalam paku jantung sang langit
Saat sang angin hendak mengoyak bumi
Di ujung bukit menjerit lara

Kelopak Hati

Kelopak hatiku telah mengering
Menyerupai kantung mayat yang kehausan
Tak ada lagi keranda dalam detakan jantung
Karena sang jasad telah terpendam tanpa pembasuhan
Hidup menjadi redup seiring dengan kegersangan
Kehadiran sang malam pun tak lekas hilang
Menghantui mimpi malam beriring jeritan
Karena mekar cinta telah layu terremas jemari emosi
Pertentangan pun menjadi hiasan
Tak lekas hilang
Terus saja menghalang
Mengukir gelombang dalam perasaan
Hati hanya bisa merenung bimbang
Kapan kedamaian menjadi pemenang...

Jumat, 15 Agustus 2008

Hiasan Abadi

Sayang,
Lihatlah dalam-dalam mataku ini
Ada wajahmu di sana
Melekat erat pada inti retina
Tersenyum indah penuh cahaya
Mengalahkan lukisan sang maestro
Menjadi hiasan abadi ribuan imaji
Hingga sang merpati heran
Malaikat cinta pula terpana
Sebuah senyum sederhana berbalut keihlasan jiwa
Sanggup menyinari dunia
Menyisihkan gemerlap deret lampu kota
Menumbangkan sifat kemunafikan
Menyuguhkan kemurnian pada tiap dinding hati...
Hati yang telah terpacu oleh cinta
Memaksa jiwa mengembangkan kasih sayang
Meski tertancap busur panah di jantungnya,
Di jantungku...

Senin, 11 Agustus 2008

Awan Merah

Di sela ketiak dedaunan
Ada mata yang memicing diam
Sementara awan menjadi merah
Saat mendung bergelayut embun
Air mata pun mulai tumpah
Menjadi saksi di kala resah
Saat itu,
Sang angin tak kuasa menahan hasrat
Tuk menjadi lembah curhat
Deru debu pun terus saja menghembus
Menghantam dinding yang mulai rapuh
Ini bukan puisi, pula curahan hati
Sekedar ingin berbagi
Betapa kesedihan membuat kita mati
Untunglah Tuhan memberi kita satu solusi
Dengan dikirimnya sahabat sejati
Dia selalu tampak cerah
Dan tak pernah kusam
Bukan surya, pun purnama
Yang singgah dan tak pernah pergi
Bukan pula rasa getir atau satir
Dialah sahabat sejati
Sahabat yang masih terkurung dalam mimpi
Saat kuharap jelma beribu manusia
Duduk dalam naungan satu hati
Alangkah sayang,
Kita hanya punya sisa satu hari lagi...
Satu hari lagi...

Minggu, 10 Agustus 2008

Tetes-tetes Rindu

Lihatlah ke ujung langit
Hatiku tergantung di kaki cakrawala
Ditemani matahari yang hendak tenggelam
Hatiku memerah seperti siluet senja yang mulai kalah
Tapi takkan aku menyerah
Ku telah tahu rahasia bertarung
Gapaian tangan hanyalah angan
Jauh langkah hanyalah waktu
Di kala mereka bersatu,
Luas samudera menjadi sungai
Karena hati takkan lagi bergelombang
Andai kau dapat merasakan getaran hatiku
Kau akan tahu,
Rinduku menetes-netes seperti mata air dalam gua
Hingga saat mendengar kepulanganmu
Jantungku meletup-letup seperti bara
Tapi tak mengapa
Tunggu saja aku di seberang
Niscaya kan kujemput kau,
Lalu kita terbang

Jumat, 08 Agustus 2008

Hati Sang Pejuang

Di hatiku ada cinta yang masih segar
Cinta yang tumbuh pada bunga yang mekar
Tidaklah mudah aku perjuangkan
Karena hatinya tertambat di pepohonan
Tujuh hari tujuh malam kumohonkan pada Tuhan
Adakah hati sekeras batu
Jika rintik air masih bisa mengikisnya
Mengapakah langit masih tak memihak
Jika manusia diberi kebebasan...
Semua tahu,
Aku hanyalah sang pejuang
Akulah pejuang peraih kebahagiaan

Selasa, 05 Agustus 2008

Bumiku Haus

Musim hujan telah lewat
Tapi gak ada sisa air yang terjerat
Dari langit sampai bumi langsung ke laut
Dari hulu sampai hilir pun tak mampir
Apa daya...
Perakaran sudah tak ada
Tetumbuhan mulai sirna
Penebangan liar terus saja...
kita hanya bisa berdoa
"Semoga Tuhan berkenan menjaga alam ciptaan_Nya"

Kamis, 31 Juli 2008

Nafas Tebing-tebing

Tiap hari kuhirup nafas tebing-tebing
Di kala embun menyesap kulitku
Bagai cengkraman akar pada tanah
Sepanjang malam dia bergelayut erat
Mengalahkan selimut hangat yang sengaja kudekap
Karena sang angin masih dipaku bukit
Meliuk melilit tubuh yang menggigil
Pun hamparan selimut ganda menjadi basah
Kuterjerembab dalam genangan kabut...
Pori kulitku mulai ternganga
Tak kuat menahan dingin yang terus meraba
Berlapis-lapis embun terus berpacu melumat tulang sampai kaku
Api yang berusaha memercik segera mati
Tiada hangat bisa tercurah saat embun terus menembus sekat

Senin, 28 Juli 2008

Setengah Hati

Setangkai hati telah terbelah
Antara yang di sana dan yang baru singgah
Cinta seakan menutup mata
Meronta...
Mengibas pisau hati
Mengoyak asmara lama
Melayangkan sisa-sisa kasih sayang
Merendam perhatian sesaat baru
Hanya sebagai periah sang sunyi yang kian sendu

Sabtu, 26 Juli 2008

Jiwaku Bersama Angin

Angin tak pernah singgah di tempat yang penuh anugerah
Hati menjadi gundah karena detak jantung tak searah
Selapis kelopak mulai memerah
Memancarkan berkas bayang indah berhias bunga-bunga surga
Lama ku tatap bayang yang secepat kilat menyusut lenyap
Hitam begitu lekat menjadi mimpi tidur yang lelap
Layaknya secangkir kopi, mataku mengendap di dasar
Ingin sejenak aku menghempas, tapi sang angin mengajakku bertualang
Meninggalkan cinta yang terkurung dalam angan...