Jumat, 31 Juli 2009

Tuhan dan Dalang

e o e a e o a...
Nyanyian klasik mengiring hari
Di saat sang kala mulai membuka mata
Dan, si jabang bayi mengatupkan kelopaknya

haiya... rang-rang gumirang...
Terdengar sahdu lipatan hati
Menggerus rasa yang mulai kalah
Di ujung senapan dadanya berdarah

e o e a e o a...
Jerit paceklik mengapit lehernya
Si dalang kehilangan daya
Wayangnya entah ke mana

haiya... rang-rang ayo perang...
Tuhanku murka atas sengketa
Si dalang dilibasnya hanya dengan kata, maka jadilah nyata
Dan, si dalang tak lagi bercerita

Senin, 27 Juli 2009

Di Bawah Bayang Senyummu

Kulihat sebuah garis meliuk indah di sudut bibirmu
Tampak setitik sinar yang terpancar dari barisan mutiara
Juga, ada cahaya yang tercurah indah di kedua mata
Saat itu, ada getar yang menjadi arus di darahku
Kumantapkan hati tuk menangkap bias sinar-sinar itu
Kurekam seutas kenangan yang kembali muncul di pipinya
Dan, kenangan itu hadir dengan serta merta
Ada canda-canda bahagia
Ada tawa-tawa yang membahana
Ada gandeng tangan yang tak terlupa
Karena dia sebelumnya adalah penghuni hati
Sang penghias jiwaku
Jiwa yang telah ditinggalkannya setahun lalu
Oh... kenangan manisku...
Oh... dindaku...
Kini, dalam tubuh lainnya senyummu hadir menggoda
Hingga hatiku benar-benar hanyut
Ingin kucoba rangkai semua cerita yang tercecer
Namun alangkah sayangnya...
Untaian kenangan yang coba kurangkai terpatahkan
Oleh nilai agung persahabatan...
Saat temanku datang dan menitipkan selembar daun kekagumannya
Padamu...
Ya, padamu...

Minggu, 26 Juli 2009

Tuhanku Jauh-Dekat

Sebuah jalan telah terbujur kaku di depan mataku
Ada tapak yang memijak dalam
Melihatnya, terukirlah sebuah peta hidup
Lantas aku berlari searah peta
Lurus, tanpa kelok
Angin yang kuterjang sampai melibaskan api
Terasa panas mulai menyelubungi hati
Dingin mendadak musnah dan terlarut dalam darah
Jantungku menggigil
Leherku menggigil
Hingga kakiku tak kuat lagi berpijak
Doa-doa yang kupanjatkan selalu menjadi awan
Tak dapat menembus ozon
Tak pernah menyentuh langit
Entah kapan semua lantunan sampai pada sang Khaliq
Meski diri_Nya bersemayam pada nadiku

Senin, 20 Juli 2009

Menuju Kerusakan

Kuberlari arah Jakarta
Menelisik hari gegap gempita
Dengan nafas panas asap bus kota
Pengaruhi aliran oksigenku
pengaruhi gerak otakku
Pengaruhi detak jantungku
Racuni darahku
Racuni jaringan tubuhku
Racuni pikiranku
Rusak alamku
Rusak bangsaku
Segalanya mulai rusak
Dan,rusaklah semua...

Selasa, 14 Juli 2009

CINTA NESTAPA

Kau karib masa kanak-ku
Main dalam satu lingkungan
Sekolah dalam satu naungan
Belajar dalam satu kelas
Pulang pergi dalam satu arah
Kaulah kenangan yang indah
Begitu indah...
Wajahmu terukir dalam kelopak-ku
Siang malam selalu tergambar
Saat kubaca buku, kau hiasi lembar kertasnya
Saat kubelajar matematika, kau terrekam dalam tiap rumusnya
Namun...
Kesedihan selalu singgah
Di kala kuhafal materi ekonomi
Saat itulah,
Saat itulah...
Saat itu wajah kemiskinanmu hadir dalam rasa nestapaku
Oh... Sobat karibku,

Selasa, 07 Juli 2009

Mana Kepalaku

Hari masih pagi
Dingin merambat dalam lingkaran tanpa cahaya
Kudengar suara pagi telah bersahutan
Burung, ayam, kambing, kerbau mulai meramaikan hari
Semua berisik itu disusul dengan alunan nada dari ujung atap musholla
Aku menggeragap
Terbangun dengan buram pandang menabrak dinding kaca balaidesa
4 jam berlalu dengan cepat
Tak terasa waktu telah sampai pada putaran hari
Pemilihan Presiden telah dimulai
Aku sendiri punya hak memberi suara pada bangsa ini
Maka, kuhentikan tulisan ini
Demi keputusan pemilihan pemimpin bangsa yang hampir mati
Sipapun orangnya, KUDUKUNG DENGAN SEKUAT ENERGI & JIWA
Mari maju bersama bangsaku, BANGSA INDONESIA